Alhamdulillah..

Jumat, 18 Januari 2013

Tugas 7_Ekonomi Koperasi

PROGRAM PROGRAM YANG SUDAH DITANAMKAN DEPARTEMEN KOPERASI


  a. Program penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi Koperasi dan UKM.
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
1) Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi usaha dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan;
2) Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti UU tentang UKM, UU tentang Perkoperasian, dan UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan
melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM terutama peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang sektoral maupun spesifik daerah;
3) Memperbaharui/memulihkan hak-hak legal, antara lain dengan memperbaharui/ memulihkan surat-surat ijin usaha melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana, mudah dan cepat serta tanpa pungutan. Bila memungkinkan bahkan cukup dengan sekedar melapor/mendaftar saja;

b. Program pengembangan sistem pendukung usaha KUKM.
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu :
1) Perluasan sumber pembiayaan, khususnya skim kredit investasi dan penyediaan skim pembiayaan ekspor melalui lembaga modal ventura dan lembaga non bank lainnya, terutama yang mendukung UKM;
2) Penguatan jaringan pasar domestik produk-produk UKM dan anggota koperasi, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan/kemitraan usaha, dan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan
3) Penguatan infrastruktur pembiayaan bagi petani dan nelayan di perdesaan dan  skim-skim pembiayaan. alternatif seperti sistem bagi hasil dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan, penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas;
4) Fasilitasi pengembangan skim penjaminan kredit melalui kerjasama bank dan lembaga asuransi, dan fasilitasi bantuan teknis kepada BPR dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk meningkatkan penyaluran kredit bagi sektor pertanian;
5) Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin, melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dengan dukungan penyediaan infrastruktur perdesaan;
6) Bantuan perkuatan untuk KSP/USP yang masih dapat melakukan kegiatan;
7)         Memfasilitasi UKM untuk dapat berdagang di pasar darurat yang disediakan   Departemen Perdagangan.
c. Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM. 
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
 1) Bantuan teknis dan pendampingan teknologi kepada pemerintah daerah,   masyarakat dan UKM di wilayah perbatasan (melalui pengembangan agroindustri unggulan dan agroforestry bernilai ekonomis tinggi, dan perbaikan mutu/kualitas benih genetik);
2) Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor, pengembangan inkubator teknologi dan bisnis serta pemberian dukungan pengembangan kemitraan investasi antar UKM;
3) Pemasyarakatan kewirausahaan, penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor, sub kontrak dan agribisnis/agroindustri;
4) Pendataan ulang/revitalisasi kelembagaan KUKM;
5) Bantuan perkuatan alat/sarana usaha berupa kapal penangkap kapal ikan yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap bersama Departemen Kelautan dan Perikanan.
d. Pemberdayaan usaha skala mikro. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan  melalui program ini, yaitu:
1) Peningkatan kesempatan dalam berusaha dengan penyediaan kemudahan dan pembinaan teknis manajemen dalam memulai usaha, perlindungan usaha, tempat berusaha wirausaha baru, dan penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif untuk usaha;
2)Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan perkoperasian serta fasilitasi pembentukan wadah koperasi di daerah kantong-kantong kemiskinan;
3) Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan LKM dan KSP di sektor pertanian dan perdesaaan antara lain melalui pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan bank.
 4) Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah melalui pendekatan  klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas koperasi sebagai wadah organisasi untuk meningkatkan skala ekonomi usaha dan efisiensi kolektif;
  5) Memfasilitasi sarana usaha bagi usaha skala mikro, yang berlokasi di    sekitar tenda-tenda penampungan, dan pasar darurat yang pelaksanaan dikoordinasikan oleh Departemen perdagangan;
6) Peningkatan kredit skala mikro dan kecil serta peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan KSP/USP;
7) Peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pengusaha mikro dan kecil.

Sasaran Pengembangan

Sasaran pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 adalah:
1.    Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah;
2.    Berkembangnya usaha koperasi dan UMKM di bidang agribisnis di perdesaan;
3.    Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4.    Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan;
5.    Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.

Arah Kebijakan Pembangunan
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan.
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Pemberdayaan koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu, UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.
UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.

e. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Eksistensi Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia
Pelaku ekonomi Indonesia ada tiga yaitu BUMN / BUMD, koperasi dan BUMS (swasta). Dengan demikian eksistensi koperasi absah di Indonesia, bahkan diharapkan dapat menjadi soko-guru perekonomian Indonesia. Meskipun tujuan ideal koperasi sebagai soko guru dalam perekonomian Indonesia, namun peran koperasi kalah jauh dibandingkan BUMN / BUMD apalagi dengan BUMS. Koperasi berasal dari bahasa Latin,  yang berarti bersama dan operare berarti bergerak berusaha. Jadi secara singkat dalam koperasi harus ditunjukkan kebersamaan dalam menjalankan usaha (Suratal HW, 1993). Menurut UU Nomor 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari definisi koperasi tersebut, maka ada lima unsur pokok yaitu:
1) Koperasi sebagai badan usaha
2) Beranggotakan orang-seorang bagi koperasi primer atau badan hukum koperasi bagi
koperasi sekunder
3) Prinsip ekonomi sebagai dasar kegiatannya
4) Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
5) Berdasarkan atas asas kekeluargaan
Peranan Koperasi yaitu:
1) Mempertinggi kualitas kehidupan manusia seutuhnya
2) Berupaya untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian Nasional
3) Memperkokoh perekonomian rakyat
Dari berbagai uraian di atas sebenarnya ada yang istimewa dari koperasi
dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Menurut Soedarsono Hardjosoekarto (dalam
Indra Ismawan, 2001) karakteristik sebagai pemilik sekaligus konsumen adalah ciri utama
koperasi yang membedakan dengan organisasi lain. Karakteristik itu dapat menjadi stimulan
bagi munculnya rasa ikut memiliki, yang pada gilirannya akan menciptakan pertumbuhan
yang dinamis.

Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigms pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara “ekonomi rakyat” dan“ekonomi konglomerat” dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”. Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut. untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan kopearasi dan kesejahteraan anggota, mealinkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu.. Sebagai contoh, mislanya KUD (KoprasiUnit Desa) diplesetkan menjadi “Ketua Untung Dulu”, tentunya menggambarkan yang
diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi
para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang non koperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi. Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi kOnkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, di mana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan. Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian rente yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr, sistem pencatatan
keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi suarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerhja.
 Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
1) Fasilitasi penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat di perdesaan berdasarkan identifikasi bestpractices dan lessons learned program-program pemberdayaan masyarakat;
2) Peningkatan pelayanan lembaga perkoperasian dan UKM pada zona aman bencana terhadap kelompok kegiatan ekonomi terdekat yang terkena bencana.
Program-program tersebut diupayakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi sektor riil sehingga dapat membuka lapangan kerja yang luas, meningkatkan nilai tambah produk, peningkatan daya beli masyarakat, dan meningkatkan pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang pada gilirannya diharapkan akan mampu menurunkan kemiskinan.
Secara khusus, sejak tahun 2006 dan tahun 2007 ini Kementerian Koperasi dan UKM juga telah mengembangkan berbagai bentuk dan skema pemberian dukungan perkuatan melalui beberapa kegiatan program sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program pokok sebagaimana tersebut di atas, sebagai berikut  :
1.          Program Pembiayaan Usaha Mikro
a.         Program Pembiayaan Produktif KUM Pola Konvensional

Sebagai kelanjutan implementasi Tahun Keuangan Mikro Indonesia (TKMI) pada tahun 2006 ini, Kementerian Koperasi dan UKM melalui dukungan perkuatan permodalan akan memfasilitasi sebanyak 840 KSP/USP-Koperasi masingmasing senilai Rp. 100 juta.
b. Program Pembiayaan Produktif KUM Pola Syariah
Program ini bertujuan untuk memberdayakan pengusaha kecil dan mikro melalui kegiatan usaha berbasis pola syariah serta memperkuat peran dan posisi KJKS/UJKS sebagai instrumen pemberdayaan usaha mikro. Pada Tahun Anggaran 2006 menurut rencana program perkuatan KJKS/UJKS telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. 36 miliar yang akan disalurkan kepada 360 KJKS/UJKS.
2. Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui
sertifikasi hak atas tanah
Program pemberdayaan UMK melalui Pensertifikasian Hak Atas Tanah, ditujukan untuk peningkatan kemampuan usaha mikro dan kecil dalam mengakses sumber-sumber permodalan khususnya bagi lembaga keuangan yang mensyaratkan adanya agunan bagi para debitornya. Pada Tahun Anggaran 2006 Kementerian Koperasi dan UKM akan melanjutkan program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan rencana alokasi sebanyak 10.240 sertifikat tanah UMK dengan nilai bantuan sebesar Rp. 500.000,-/ UMK/bidang dan 500 sertifikat tanah perkebunan dengan nilai
bantuan sebesar Rp. 1.000.000,-/ UMK/bidang.
3. Pemanfaatan dana SUP-005
Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil melalui program Dana SUP-005, telah dimanfaatkan oleh 117.093 Usaha Mikro dan Kecil dengan komposisi yang tersebar dalam sektor perdagangan, restoran dan retail 70,78%, sektor jasa dan lainnya 12,07% dan sektor pertanian 10,89%. Sedangkan yang paling kecil adalah sektor pertambangan yakni sebesar 0,02%. Dalam tahun 2006, kegiatan ini akan dilanjutkan, yang meliputi :
a. Memanfaatkan pengembalian dana dari BNI sebesar Rp. 200 miliar untuk direalokasikan kepada BUMN Pengelola dan LKP yang mengajukan permohonan kepada Kementerian Koperasi dan UKM.
b. Mengupayakan pemanfaatan sisa dana SUP 005 sebesar Rp.6,87 triliun (berdasarkan Keppres 176/1999, vide surat Menteri Keuangan Nomor: 005/MK/1999 total dana SUP 005 adalah Rp. 9,97 triliun dan baru dimanfaatkan sebesar Rp. 3,1
triliun) untuk terus dimanfaatkan sebagai skema Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) tahap lanjutan.
4. Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (PROSPEK MANDIRI)
Program ini dirancang secara khusus untuk mengoptimalkan potensi para sarjana yang belum mendapat pekerjaan agar mampu berperan dalam memacu pertumbuhan dan daya saing perekonomian nasional. Dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM mendorong pemerintah daerah dapat merealisasikan program prospek mandiri untuk meningkatkan jumlah wirausahawan kecil dan menengah melalui skema bantuan modal kerja. Program prospek mandiri dilakukan dengan mengoptimalkan penyerapan sumber daya manusia setempat untuk menggerakkan perekonomian dengan merintis usaha skala kecil dan menengah. Selain juga melalui program ini diharapkan para sarjana mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri dan terwujud sarjana wirausaha baru dalam wadah Koperasi.
5. Pengembangan usaha KUKM di sektor Peternakan
Dalam rangka pengembangan usaha KUKM di sektor Peternakan, Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2006 ini telah merencanakan bantuan perkuatan berupa dana bergulir kepada koperasi untuk pengadaan bibit sapi Bali sebanyak 900 ekor senilai Rp. 3,15 miliar, Pembibitan Sapi PO sebanyak 800 ekor senilai Rp. 3,6 miliar, penggemukan Sapi PO sebanyak 1000 ekor senilai 5 miliar, selanjutnya untuk Sapi Perah sebanyak 300 ekor senilai Rp. 2,25 miliar dan sarana penunjang persusuansenilai Rp. 3 miliar.
6. Program Pengembangan Usaha Koperasi di Bidang Pangan
Dalam upaya memberdayakan koperasi-koperasi di bidang pengadaan pangan, Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2006 ini telah merencanakan kegiatan-kegiatan antara lain: pengembangan pengadaan pangan Koperasi dengan sistem Bank Padi (dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 3,36 miliar), pengadaan alat pertanian dan sarana produksi di sentra pangan.
7. Program Pengarusutamaan Gender di Bidang KUKM
Kementerian Koperasi dan UKM sejak tahun 2004 telah melakukan rintisan model pengembangan usaha mikro dan kecil melalui dukungan perkuatan dana bergulir kepada kelompok-kelompok kegiatan produktif masyarakat, yang pada umumnya adalah wanita pengusaha skala mikro dan kecil dengan menerapkan sistem tanggung renteng. Pada tahun 2006 ini, program tersebut tetap dilanjutkan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 720 juta di 32 Propinsi dalam bentuk bantuan modal kerja melalui dana bergulir kepada usaha mikro dan kecil.
Kriteria Usaha  Mikro Kecil Dan Menengah.
Konsep Usaha Kecil itu sendiri sesungguhnya, dari 48,9 juta usaha kecil di Indonesia, hanya 1 juta  unit lebih yang benar-benar dapat di sebut sebagai pengusaha kecil. Koperasi pun hanya 80 ribu lebih, lebih dari 47,50 juta pengusaha sesungguhnya dikategorikan sebagai usaha mikro. Dengan demikian, bila kita berbicara tentang UMKM perlu di ingat bahwa sebetulnya kebanyakan usaha yang kita bahas itu bersifat sangat kecil.  Sampai saat ini masih terdapat perbedaan mengenai kriteria pengusaha kecil baik yang ada dikalangan perbankan, lembaga terkait, biro statistik (BPS),  maupun menurut kamar dagang dan industri Indonesia (KADIN). Perbedaan kriteria tersebut  adalah Bank Indonesia. Suatu perusahaan atau perorangan yang mempunyai total assets maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati. Untuk Departemen Perindustrian kriteria usaha kecil sama dengan Bank Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS); Usaha rumah tangga mempunyai : 1-5 tenaga kerja, Usaha kecil mempunyai : 6-19 tenaga kerja, Usaha menengah mempunyai : 20-99  tenaga kerja. Kamar Dagang  Industri Indonesia (KADIN); Industri yang mempunyai total assets maksimal Rp.600 juta termasuk rumah dan tanah yang ditempati dengan jumlah tenaga kerja dibawah 250 orang. Departemen Keuangan; Suatu badan usaha atau  perorangan yang mempunyai assets setinggi-tingginya Rp. 300 juta atau yang mempunyai omset penjualannya maksimal Rp. 300 juta per tahun.
Sebagai permbandingan dikemukakan pula beberapa kriteria usaha kecil beberapa Negara berkembang seperti India, Thailand dan Philipina. India,  Industri yang memiliki pabrik dan mesin-mesin beserta perlengkapannya dengan fixed assets maksimal Rupe 2.500.000 atau sekitar Rp. 496,4 juta. Thailand  Industri yang memiliki fixed assets maksimal Bath 2.000.000 atau sekitar Rp. 438,1  juta. Philipina Usaha rumah tangga industri adalah yang nilai fixed assets kurang dari Pesos 100.000 atau sekitar Rp. 16   juta. Small industry adalah yang nilai fixed assetsnya antara Pesos 100.000 s/d 1.000.000 atau sekitar Rp. 160,8 juta.Usaha berskala  mikro, kecil dan menengah dalam arti yang sempit seringkali dipahami sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja dan atau assets yang relatif kecil. Bila hanya komponen ini dijadikan sebagai patokan dalam menentukan besar kecilnya skala usaha maka banyak bias yang terjadi, sebagai contoh sebuah perusahaan yang memperkejakan 50 orang karyawan di Amerika Serikat di kategorikan sebagai perusahaa kecil (relatif terhadap ukuran ekonomi Amerika Serikat). Sementara itu untuk ukuran yang sama, sebuah perusahaan di Bolivia tidak lagi masuk dalam kategori usaha kecil. Dengan demikian, diperlukan komponen atau karakteristik lain dalam melakukan penilaian ukuran usaha, misalnya dengan melihat tingkat informalitas usaha dengan berdasarkan kepada dokumen-dokumen usaha yang dimiliki, tingkat kerumitan teknologi yang digunakan,  padat karya  dan lain sebagainya.
Perbedaan beberapa kriteria tersebut dapat dimengerti karena alasan   kepentingan pembinaan yang spesifik dari masing-masing sektor/kegiatan yang bersangkutan. Namun disadari pula bahwa dalam beberapa hal perbedaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan bagi suatu lembaga peneliti terutama dalam pengambilan sample penelitian, sehingga hasilnya dapat menimbulkan persepsi berbeda.
Sehubungan dengan kesulitan yang ditimbulkan di atas, maka sejak tahun 1995 telah diadakan kesepakatan bersama antar instansi BUMN  dan perbankan untuk menciptakan suatu kriteria  usaha kecil, yaitu suatu badan atau perorangan yang mempunyai total  assets  maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.

Sumber :
wordpress.com/2012/04/02/pemberdayaan-ekonomi-rakyat-melalui-program-pemberdayaan-koperasi-usaha-mikro-kecil-dan-usaha-menengah-di-era-globalisasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar