Alhamdulillah..

Senin, 10 November 2014

KASUS PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA BISNIS

PT. MEGASARI MAKMUR – PRODUK OBAT NYAMUK
Produk HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk menjauhkan nyamuk dari kita. Tetapi, ternyata murahnya harga tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT. Telah ditemukan zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.


PT. NABISCO – PRODUK MAKANAN RINGAN (OREO)
“Dijilat,diputer, lalu dicelupin”, Itulah sepenggalan kata yang selalu masyarakat dengar dari salah satu perusahaan biskuit ternama, Kraft Indonesia, Oreo, sekitar dua tahun yang lampau.
Brand image dengan yel-yel yang mudah dicerna seperti kasus di atas, sangat melekat kepada anak-anak. Segmentasi PT.Nabisco pun tepat dalam mengeluarkan produk biskiut coklat berlapiskan susu ini, yaitu anak-anak. Ada pepatah mengatakan “tak ada satu pun orangtua yang tidak menyayangi anaknya”. Ini merupakan ungkapan yang tepat bagi orangtua yang mempunyai anak-anak terlebih anak yang masih berusia kecil. Kekhawatiran orangtua ini, menjadi membludak sebab diisukannya biskuit oreo, yang merupakan biskuit favorit anak-anak, mengandung bahan melamin. Hal ini cukup berlangsung lama di dunia perbisnisan, sehingga tingkat penjualan menurun drastis. BPOM dan dinas kesehatan mengatakan bahwa oreo produksi luar negri mengandung melamin dan tidak layak untuk dikonsumsi karna berbahaya bagi kesehatan maka harus ditarik dari peredarannya. Pembersihan nama oreo pun sebagai biskuit berbahaya cukup menguras tenaga bagi public relation PT. Nabisco.
Kutipan BPOM, “Yang ditarik BPOM hanya produk yang berasal dari luar negeri dan bukan produksi dalam negeri. Untuk membedakannya lihat kode di kemasan produk tersebut.Kode MD = produksi dalam negeri,aman dikonsumsi.Sedangkan ML = produksi luar negeri.”
Gonjang-ganjing susu yang mengandung melamin akhirnya merembet juga ke Indonesia.
BPOM telah mengeluarkan pelarangan terhadap peredaran 28 produk yang dicurigai menggunakan bahan baku susu bermelamin dari Cina,diantaranya yang akrab di telinga kita antara lain : Oreo sandwich cokelat/wafer stick dan M & M’s.
Selain Oreo dan M & M’s ada beberapa produk yang diduga mengandung bahan susu dari Cina seperti es krim Indo Meiji, susu Dutch Lady, dll.
Seperti di ketahui heboh susu dan produk turunannya yang mengandung formalin telah mengguncang Cina karena telah merenggut nyawa 4 bayi dan menyebabkan sekitar 6244 bayi terkena penyakit ginjal akut.(sumber : Kompas,20 September 2008)

PT. INDOFOOD CBP SUKSES TBK (ICBP) - INDOMIE
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

Kasus WorldCom
Di dalam laporan keuangan WorldCom’s, Scott Sulivan memindahkan $ 400 juta dari reserved account ke “income”. Dia juga selama bertahun-tahun melaporkan trilyunan dolar biaya operasi sebagai “capital expenditure”. Dia bisa melakukan ini dengan bantuan firm accounting dan auditor terkenal “Arthur Andersen”. Padahal Scott Sullivan, pernah mendapat penghargaan sebagai Best CFO oleh CFO Magazine tahun 1998.

Kasus Enron
Pada terbitan April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling innovative di Amerika “Most Innovative” dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan di Amerika. Enam bulan kemudian (Desember 2001) Enron diumumkan bangkrut. Kejadian ini dijuluki sebagai “Penipuan accounting terbesar di abad ke 20”. Dua belas ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Pemegang saham-saham Enron kehilangan US$ 70 Trilyun dalam sekejap ketika nilai sahamnya turun menjadi nol.
Kejadian ini terjadi dengan memanfaatkan celah di bidang akuntansi. Andrew Fastow, Chief Financial officer bekerjasama dengan akuntan public Arthur Andersen, memanfaatkan celah di bidang akuntansi, yaitu dengan menggunakan “special purpose entity”, karena aturan accounting memperbolehkan perusahaan untuk tidak melaporkan keuangan special purpose entity bila ada pemilik saham independent dengan nilai minimum 3%. Dengan special purpose entity tadi, kemudian meminjam uang ke bank dengan menggunakan jaminan saham Enron. Uang hasil pinjaman tadi digunakan untuk menghidupi bisnis Enron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar