“ Perkembangan
Fashion ”
Disusun Oleh :
Albina Dini Astuty (10211541)
Evi Wijayanti (12211538)
Puti Rahmadhani Ambun Suri (15211618)
Sri Adelina Purba (18211260)
Sri Rizky Rahayu (18211857)
Evi Wijayanti (12211538)
Puti Rahmadhani Ambun Suri (15211618)
Sri Adelina Purba (18211260)
Sri Rizky Rahayu (18211857)
3EA07
UNIVERSITAS GUNADARMA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Perkembangan
Fashion” ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, serta keluarganya, para sahabat dan seluruh umatnya yang berada
di alam raya ini.
Makalah ini berisikan tentang perkembangan
dunia fashion, dunia maupun Indonesia serta trend fashion dari masa ke masa.
Dengan demikian kiranya kami berharap agar makalah yang sederhana
ini dapat ikut ambil bagian dalam menumbuh kembangkan aspek informasi dan
pengetahuan kita semua. Tentunya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca senantiasa
kami harapankan untuk perbaikan di kemudian hari.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini baik secara moril maupun materiil.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kami. Amin Ya Robbalalamin.
Depok, 06 November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pakaian pada wilayah pembentukan ideologi personal atau
komunitas, merupakan dimensi bergaya. Tatanan dan tuntunan bergaya inilah yang
sering ditafsirkan sebagai usaha mengekspresikan keinginan dan pengakuan
identitas pada konteks kehidupan sosial. Ekpresi yang tidak terkendali dalam
bergaya (membuat dan memakai gaya tertentu), mendorong pada beberapa personal
untuk memberikan batasan-batasan pakaian yang “nyaman” atau tidak, “layak” atau
tidak, untuk dipertontonkan kepada khalayak ramai, minimal komunitas sosialnya.
Batasan gaya berpakaian inilah, yang sering kali dilihat sebagai
“ketidakwajaran” untuk diterima dan ditempatkan pada kultur tertentu.
Pertentangan dan pertautan yang dihubungkan dengan nilai agama, moral, dan
etika dalam menyikapi produk seni (pakaian) muncul secara beragam. Pada sisi
lain, terjadinya distorsi makna pakaian sebagai kebutuhan pokok, menjadi
pakaian sebagai kebutuhan mewah untuk bergaya. Tentu, tidak dengan segera
pakaian dipermasalahkan sebagai sumber kerumitan tersebut, ada peran media
(iklan), industri (pencipta), komunitas (pemakai dan pencipta), serta lembaga
sosial (pemerintah dan alat-alatnya) yang membentuk perputaran pakaian menjadi
produk yang “mengatur” penggunanya.
Pada dimensi lain, konteks “nyaman” memiliki batasan berbeda bagi setiap personal. Konteks kenyamanan inilah yang membuat terjadinya perdebatan dan silang pendapat, jika dilihat dari sudut pandang keilmuan yang berbeda. Landasan berpikir berbeda yang menentukan norma dan kaidah berpakaian menjadi tidak sama, berlaku pada personal, komunitas, mau pun pihak industri. Gaya berpakaian merupakan milik “personal” yang saling berkorelasi pada lingkungan politik, sosial, dan kultural. Beragam ideologi terbungkus oleh tema atau isu, melekat pada sehelai pakaian, bertujuan personal, komunitas, dan industri. Konteks nyaman memberikan label dan identitas seseorang pada tatanan sosial, sehingga pengidentifikasian dipandang sebagai upaya “melegalkan” kesenangan bergaya. Atas dasar kesenangan ini juga, memunculkan persoalan berkaitan simbol pembebasan diri dalam bergaya melalui pakaian (produk seni).
Pada dimensi lain, konteks “nyaman” memiliki batasan berbeda bagi setiap personal. Konteks kenyamanan inilah yang membuat terjadinya perdebatan dan silang pendapat, jika dilihat dari sudut pandang keilmuan yang berbeda. Landasan berpikir berbeda yang menentukan norma dan kaidah berpakaian menjadi tidak sama, berlaku pada personal, komunitas, mau pun pihak industri. Gaya berpakaian merupakan milik “personal” yang saling berkorelasi pada lingkungan politik, sosial, dan kultural. Beragam ideologi terbungkus oleh tema atau isu, melekat pada sehelai pakaian, bertujuan personal, komunitas, dan industri. Konteks nyaman memberikan label dan identitas seseorang pada tatanan sosial, sehingga pengidentifikasian dipandang sebagai upaya “melegalkan” kesenangan bergaya. Atas dasar kesenangan ini juga, memunculkan persoalan berkaitan simbol pembebasan diri dalam bergaya melalui pakaian (produk seni).
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
kami dapat mengidentifikasikan masalah yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang perkembangan dunia fashion ?
2. Bagaimana perkembangan dunia fashion dari masa ke masa ?
2. Bagaimana perkembangan dunia fashion dari masa ke masa ?
3. Bagaimana perkembangan dunia fashion
dunia dan Indonesia ?
1.3.
Maksud & Tujuan Penulisan
Tujuan secara umum dari adalah untuk mengetahui
tentang perkembangan Dunia Fashion ? Semua ini masih menjadi perdebatan. Karena
sampai sekarang belum diadakan survei ke sebagian wanita pengikut Fashion dan
yang sebaliknya. Jika perkembangan Dunia Fashion ini terjadi maka dampak yang
ditimbulkan bukan hanya budaya pakaian Timur yang semakin menghilang tetapi
juga sebagian pengusaha di bidang Fashion dari Indonesia sendiri, seperti
menurunnya hasil penjualan mereka dan meningkatnya permintaan barang-barang
Fashion dari Luar Negeri. Oleh karena itu melalui makalah ini
diharapkan agar kita bisa mengetahui keuntungan dari perkembangan Dunia Fashion
bagi kita semua.
BAB II
FASHION
A.Definisi
Arti kata dari fashion
itu sendiri memliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya Fashion
Merchandising, fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan di gunakan
oleh mayoritas anggota kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi
tersebut daapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang di
gemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa
sebuah gaya yang di gemari bulan ini bissa dikatakan ketinggalan jaman beberapa
bulan kemudian.
Menurut solomon dalam
bukunya ‘consumer Behaviour’ European perspective fashion adalah proses
penyebaran sosial (social-diffusion) dimana sebuah gaya baru diadopsi oleh
kelompok konsumen. Fashion atau gaya mengacu pada kombinasi beberapa atribut.
Dan agar dapat di katakan ‘in fashion’.
Menurut Poppy
Dharsono, tokoh fashion Indonesia yang tidak hanya sebagai pengamat tapi juga
praktisi, fashion adalah sebuah kecenderungan gaya yang sedang digemari pada
saat itu dalam jangka waktu tertentu. Menurut Ellen, fashion adalah bagian gaya
hidup yang merupakan pilihan pribadi setiap orang, yang bisa membuat diri
mereka merasa lebih baik dan nyaman.
Istilah gaya dan
desain perlu di jelasakan agar tidak disamakan dengan fashion. Gaya (style)
adalah sebuah karakteristik dalam mempresentsikan sesuatu. Dalam lingkup
pakaian, gaya adalah karakteristik penampilan bahan pakaian, kombinasi
fitur-fiturnya yang membuatnya berbeda dengan pakaian lain. Contohnya, rok
sebagai salah satu gaya berpakaian bagi wanita, pilihan lainnya adalah celana
atau leging, sedangkan jas adalah salah satu gaya berpakaian bagi pria, pilihan
lainnya bisa menggunakan jaket kulit atau jaket jeans. Gaya suatu saat bisa di
terima dan suatu saat bisa pergi, namun gaya yang spesifik akan tetap diingat,
entah itu di katakan fashion atau tidak.
B. ASAL MULA SEJARAH FASHION
Fashion adalah gaya dan kebiasaan yang lazim pada waktu tertentu. Dalam
penggunaan yang paling umum bagaimanapun, "mode" menggambarkan gaya
pakaian yang populer. Banyak busana yang populer di banyak kebudayaan pada
suatu waktu tertentu. Penting adalah ide bahwa kursus desain dan mode akan berubah
lebih cepat daripada budaya secara keseluruhan. Fashion desainer pakaian
membuat dan menghasilkan artikel.
Istilah "trendi" dan "mode" yang digunakan untuk menjelaskan apakah seseorang atau sesuatu yang cocok dengan saat ini atau bahkan tidak begitu saat ini, modus populer berekspresi. Namun, lebih lagi di era modern item disebut 'tidak begitu saat ini' mungkin memang cocok dengan istilah 'Retro. " Retro fashion memungkinkan perubahan aturan, seperti 'lama tiba-tiba baru, "demikian modis. Istilah "mode" sering digunakan dalam pengertian yang positif, sebagai sinonim untuk glamor, cantik dan bergaya [rujukan?]. Dalam pengertian ini, busana adalah semacam seni komunal, melalui mana suatu budaya meneliti yang pengertian tentang keindahan dan kebaikan. Istilah "mode" juga kadang-kadang digunakan dalam pengertian yang negatif, sebagai sinonim untuk mode dan tren, dan materialisme.
Terdapat beberapa kota yang diakui sebagai pusat mode global atau mode ibu kota. Fashion Weeks diadakan di kota-kota ini di mana desainer memamerkan koleksi pakaian baru mereka kepada khalayak. Lima kota utama di Tokyo, London, Paris, Milan dan New York - lima ini terkenal dengan pengaruh besar pada mode dunia dan kantor pusat untuk perusahaan fashion terbesar. Kota-kota lain, termasuk Los Angeles, Berlin, Roma, Osaka, Toronto, New Delhi, Mumbai, Hong Kong, Dubai, Sao Paulo, Sydney, Moskow, Madrid, Singapura, Seoul dan Shanghai juga mengadakan fashion minggu dan lebih diakui setiap tahun.
Beberapa sejarawan mengamati sering mengubah gaya pakaian khas Barat sebagai kebiasaan oleh populasi perkotaan. [Ragu-ragu - mendiskusikan] Perubahan dalam kostum sering terjadi pada saat-saat ekonomi atau perubahan sosial (seperti di Roma kuno), tetapi kemudian dalam waktu yang panjang tanpa besar perubahan diikuti. Pada abad ke-8 Cordoba, Spanyol, Ziryab (musisi terkenal saat itu) dikatakan telah memperkenalkan gaya pakaian canggih yang didasarkan pada timing musiman dan sehari-hari dari tanah kelahirannya di Baghdad dan inspirasi sendiri.
Permulaan kebiasaan di Eropa terus-menerus dan semakin cepat perubahan gaya dapat cukup dipercaya tanggal ke pertengahan abad ke-14, yang termasuk James Pertemuan & sejarawan Fernand Braudel dan tanggal awal mode pakaian Barat. Manifestasi yang paling dramatis drastis yang tiba-tiba memperpendek dan pengetatan laki-laki lebih-garmen, dari betis-panjang untuk nyaris tidak menutupi bokong, kadang-kadang disertai dengan isian pada dada untuk melihat lebih besar. Hal ini menciptakan garis yang khas laki-laki Barat yang disesuaikan atas dikenakan di atas legging atau celana panjang.
Laju perubahan sangat cepat pada abad berikutnya, dan perempuan dan laki-laki fashion, terutama dalam berpakaian dan menghias rambut, menjadi sama-sama kompleks dan berubah. Oleh karena itu sejarawan seni dapat menggunakan mode dalam berpacaran foto dengan peningkatan kepercayaan diri dan presisi, sering kali dalam lima tahun dalam kasus gambar abad ke-15. Awalnya perubahan dalam mode menyebabkan fragmentasi dari apa yang sebelumnya telah sangat mirip dengan gaya berpakaian di kelas atas Eropa, dan pengembangan yang khas gaya nasional, yang tetap sangat berbeda sampai kontra-gerakan dalam-17 ke abad 18 yang dipaksakan sama gaya sekali lagi, akhirnya orang-orang dari rezim lama di Perancis. Meskipun kaya biasanya dipimpin fashion, peningkatan kekayaan awal Eropa modern mengarah ke borjuasi dan bahkan petani tren berikut pada jarak dekat kadang-kadang tidak nyaman untuk elite - Braudel faktor menganggap sebagai salah satu motor utama untuk mengubah mode. The mode dari Barat umumnya tak tertandingi baik di zaman kuno atau dalam peradaban besar lainnya di dunia. Barat awal wisatawan, baik ke Persia, Turki, Jepang atau Cina sering berkomentar tentang tidak adanya perubahan dalam mode sana, dan pengamat dari budaya lain tersebut komentar mengenai kecepatan pantas mode Barat, yang banyak orang merasa menyarankan suatu ketidakstabilan dan kurangnya ketertiban di budaya Barat. Shogun Jepang sekretaris membual (tidak sepenuhnya akurat) ke Spanyol pengunjung dalam pakaian Jepang 1609 yang tidak berubah dalam lebih dari seribu tahun. Ming Namun di Cina, misalnya, ada cukup bukti untuk busana yang berubah dengan cepat dalam pakaian cina.
Sepuluh abad ke-16 potret dari Jerman atau Italia Tuan-tuan mungkin akan menampilkan sepuluh topi sama sekali berbeda, dan pada periode ini perbedaan nasional berada pada mereka yang paling menonjol, seperti Albrecht Dürer mencatat dalam aktual atau kontras komposit Nuremberg dan Venesia mode pada akhir abad ke-15 (ilustrasi, kanan). Yang "gaya Spanyol" dari akhir abad mulai bergerak kembali ke sinkronisitas antara kelas atas Eropa, dan setelah sebuah perjuangan pada pertengahan abad ke-17, gaya Perancis tegas mengambil alih kepemimpinan, suatu proses yang diselesaikan pada abad ke-18.
Meskipun warna dan pola tekstil berubah dari tahun ke tahun, potongan mantel gentleman dan panjang rompinya, atau pola yang gaun seorang wanita dipotong diubah lebih lambat. Busana laki-laki sebagian besar berasal dari model militer, dan perubahan dalam siluet laki-laki Eropa yang galvanis dalam teater perang di Eropa, di mana perwira pria memiliki kesempatan untuk membuat catatan dari gaya asing: sebuah contoh adalah "Steinkirk" syal atau dasi.
Istilah "trendi" dan "mode" yang digunakan untuk menjelaskan apakah seseorang atau sesuatu yang cocok dengan saat ini atau bahkan tidak begitu saat ini, modus populer berekspresi. Namun, lebih lagi di era modern item disebut 'tidak begitu saat ini' mungkin memang cocok dengan istilah 'Retro. " Retro fashion memungkinkan perubahan aturan, seperti 'lama tiba-tiba baru, "demikian modis. Istilah "mode" sering digunakan dalam pengertian yang positif, sebagai sinonim untuk glamor, cantik dan bergaya [rujukan?]. Dalam pengertian ini, busana adalah semacam seni komunal, melalui mana suatu budaya meneliti yang pengertian tentang keindahan dan kebaikan. Istilah "mode" juga kadang-kadang digunakan dalam pengertian yang negatif, sebagai sinonim untuk mode dan tren, dan materialisme.
Terdapat beberapa kota yang diakui sebagai pusat mode global atau mode ibu kota. Fashion Weeks diadakan di kota-kota ini di mana desainer memamerkan koleksi pakaian baru mereka kepada khalayak. Lima kota utama di Tokyo, London, Paris, Milan dan New York - lima ini terkenal dengan pengaruh besar pada mode dunia dan kantor pusat untuk perusahaan fashion terbesar. Kota-kota lain, termasuk Los Angeles, Berlin, Roma, Osaka, Toronto, New Delhi, Mumbai, Hong Kong, Dubai, Sao Paulo, Sydney, Moskow, Madrid, Singapura, Seoul dan Shanghai juga mengadakan fashion minggu dan lebih diakui setiap tahun.
Beberapa sejarawan mengamati sering mengubah gaya pakaian khas Barat sebagai kebiasaan oleh populasi perkotaan. [Ragu-ragu - mendiskusikan] Perubahan dalam kostum sering terjadi pada saat-saat ekonomi atau perubahan sosial (seperti di Roma kuno), tetapi kemudian dalam waktu yang panjang tanpa besar perubahan diikuti. Pada abad ke-8 Cordoba, Spanyol, Ziryab (musisi terkenal saat itu) dikatakan telah memperkenalkan gaya pakaian canggih yang didasarkan pada timing musiman dan sehari-hari dari tanah kelahirannya di Baghdad dan inspirasi sendiri.
Permulaan kebiasaan di Eropa terus-menerus dan semakin cepat perubahan gaya dapat cukup dipercaya tanggal ke pertengahan abad ke-14, yang termasuk James Pertemuan & sejarawan Fernand Braudel dan tanggal awal mode pakaian Barat. Manifestasi yang paling dramatis drastis yang tiba-tiba memperpendek dan pengetatan laki-laki lebih-garmen, dari betis-panjang untuk nyaris tidak menutupi bokong, kadang-kadang disertai dengan isian pada dada untuk melihat lebih besar. Hal ini menciptakan garis yang khas laki-laki Barat yang disesuaikan atas dikenakan di atas legging atau celana panjang.
Laju perubahan sangat cepat pada abad berikutnya, dan perempuan dan laki-laki fashion, terutama dalam berpakaian dan menghias rambut, menjadi sama-sama kompleks dan berubah. Oleh karena itu sejarawan seni dapat menggunakan mode dalam berpacaran foto dengan peningkatan kepercayaan diri dan presisi, sering kali dalam lima tahun dalam kasus gambar abad ke-15. Awalnya perubahan dalam mode menyebabkan fragmentasi dari apa yang sebelumnya telah sangat mirip dengan gaya berpakaian di kelas atas Eropa, dan pengembangan yang khas gaya nasional, yang tetap sangat berbeda sampai kontra-gerakan dalam-17 ke abad 18 yang dipaksakan sama gaya sekali lagi, akhirnya orang-orang dari rezim lama di Perancis. Meskipun kaya biasanya dipimpin fashion, peningkatan kekayaan awal Eropa modern mengarah ke borjuasi dan bahkan petani tren berikut pada jarak dekat kadang-kadang tidak nyaman untuk elite - Braudel faktor menganggap sebagai salah satu motor utama untuk mengubah mode. The mode dari Barat umumnya tak tertandingi baik di zaman kuno atau dalam peradaban besar lainnya di dunia. Barat awal wisatawan, baik ke Persia, Turki, Jepang atau Cina sering berkomentar tentang tidak adanya perubahan dalam mode sana, dan pengamat dari budaya lain tersebut komentar mengenai kecepatan pantas mode Barat, yang banyak orang merasa menyarankan suatu ketidakstabilan dan kurangnya ketertiban di budaya Barat. Shogun Jepang sekretaris membual (tidak sepenuhnya akurat) ke Spanyol pengunjung dalam pakaian Jepang 1609 yang tidak berubah dalam lebih dari seribu tahun. Ming Namun di Cina, misalnya, ada cukup bukti untuk busana yang berubah dengan cepat dalam pakaian cina.
Sepuluh abad ke-16 potret dari Jerman atau Italia Tuan-tuan mungkin akan menampilkan sepuluh topi sama sekali berbeda, dan pada periode ini perbedaan nasional berada pada mereka yang paling menonjol, seperti Albrecht Dürer mencatat dalam aktual atau kontras komposit Nuremberg dan Venesia mode pada akhir abad ke-15 (ilustrasi, kanan). Yang "gaya Spanyol" dari akhir abad mulai bergerak kembali ke sinkronisitas antara kelas atas Eropa, dan setelah sebuah perjuangan pada pertengahan abad ke-17, gaya Perancis tegas mengambil alih kepemimpinan, suatu proses yang diselesaikan pada abad ke-18.
Meskipun warna dan pola tekstil berubah dari tahun ke tahun, potongan mantel gentleman dan panjang rompinya, atau pola yang gaun seorang wanita dipotong diubah lebih lambat. Busana laki-laki sebagian besar berasal dari model militer, dan perubahan dalam siluet laki-laki Eropa yang galvanis dalam teater perang di Eropa, di mana perwira pria memiliki kesempatan untuk membuat catatan dari gaya asing: sebuah contoh adalah "Steinkirk" syal atau dasi.
Langkah perubahan mengambil di 1780-an dengan meningkatnya penerbitan perancis ukiran yang menunjukkan gaya Paris terbaru, meskipun ada distribusi berpakaian boneka dari Prancis sebagai pola-pola sejak abad ke-16, dan Abraham Bosse telah menghasilkan mode ukiran dari 1620. Pada 1800, semua Eropa Barat yang berpakaian mirip (atau mengira mereka): variasi lokal pertama menjadi tanda budaya provinsi, dan kemudian lencana petani yang konservatif.
Walaupun penjahit sudah tidak diragukan lagi bertanggung jawab atas banyak inovasi sebelumnya, dan industri tekstil pasti membawa banyak tren, sejarah desain fashion biasanya diambil untuk tanggal dari tahun 1858, ketika Inggris kelahiran Charles Frederick Worth membuka haute couture sejati pertama rumah di Paris. Sejak saat itu desainer profesional telah menjadi semakin lebih dominan tokoh, meskipun berasal dari banyak mode busana di jalanan.
Barat modern memiliki berbagai pilihan yang tersedia dalam pilihan pakaian mereka. Apakah seseorang memilih untuk memakai orang dapat mencerminkan kepribadian atau suka. Ketika orang-orang yang memiliki status budaya mulai mengenakan pakaian yang baru atau berbeda tren fashion dapat mulai. Orang-orang yang menyukai atau menghormati mereka mungkin mulai mengenakan pakaian gaya yang serupa.
Fashion dapat sangat bervariasi dalam suatu masyarakat menurut umur, kelas sosial, generasi, pekerjaan, dan geografi serta dari waktu ke waktu. Jika, misalnya, pakaian orang yang lebih tua sesuai dengan gaya anak muda, ia mungkin tampak konyol di mata kedua muda dan orang tua. Istilah fashionista atau korban mode merujuk kepada seseorang yang secara sangat merendahkan diri mengikuti mode saat ini.
Orang dapat menganggap sistem olahraga berbagai mode sebagai bahasa mode menggabungkan berbagai pernyataan mode menggunakan mode tata bahasa.
C. Tren Fashion
dari masa ke masa
Dunia fashion tidak mudah untuk diprediksi. Tiap generasi, tiap dekade, tiap tahun dan bahkan tiap musim memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda.
Tak terbayang begitu melelahkannya mereka yang begitu obsesif mengikuti
perkembangan mode. Maksudnya setiap ada pergantian mode selalu diikuti. Tidak
jarang banyak orang yang menjadi korban mode. Yang paling menyedihkan lagi jika
hidupnya tidak mementingkan hal- hal lain selain fashion karena prinsipnya
“life is all about fashion”.
Sebenarnya jika
dicermati, tren mode hanya berputar. Jika melihat dari model dasarnya, desain
baju sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu, hanya
bumbunya saja yang bergeser, itu jika dilihat dari buku- buku mode. Tren mode
hanya berputar, misalnya mode di tahun X akan kembali booming di tahun A.
Seperti yang akan kita bahas kali ini .
D. SEJARAH FASHION DUNIA
Permulaan fashion dimulai pada tahun 1920, karena di dekade inilah awal dunia fashion. Pada tahun ini merupakan awal kebangkitan kaum perempuan untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaannya. Di dekade sebelumnya, baju-baju ala Cinderella dengan rok super megar dengan pinggang ekstra ketat, menyiksa kaum perempuan, karena itulah mulai tahun ’20an baju tersebut ditinggalkan.
Tahun 1920 merupakan abad baru ketika dunia fashion terlahir kembali dengan pandangan yang berbeda. Inovasi terbaru muncul dari desainer dunia, seperti Coco Chanel yang menyuguhkan potongan, warna, serta gaya yangmementingkan karakter seorang perempuan. Dari sinilah dunia fashion mulai berkibar.
Memasuki tahun 1930an, perkembangan fashion sedikit agak lambat
hingga akhirnya memasuki perang dunia kedua(1940-1946). Dari yang tadinya hanya
bersifat fungsional, sebuah pakaian juga punya sisi estetik atau sisi
‘cantik’.dunia di luar fashion pun punya pengaruh hebat. terutama dunia
film di awal tahun ’50an hingga ’60an.
Beberapa
artis besar menjadi panutan di dunia fashion bahkan menjadi icon, seperti Marlene Dietrich dengan baju androginy-nya.
di era ini juga, desainer dunia banyak melakukan inovasi. Dari London adaMary Quant dengan rok mininya dan BarbaraHulanicki dengan
gaya street wearnya ala remaja London. dari Amrik ada James Galanos dengan
baju fitted dan Rudi Gernreich dengan baju-baju unisex. di Paris
dikenal Yves Saint Laurent dengan gaya tailoring buat perempuan, Pierre Cardindengan baju space-nya dan Emmanuel Ungaro dengan fashion couture-nya.
Berkembangnya zaman memang membuat dunia fashion juga terus
berkembang. Dan, tidak menutup kemungkinan fashion dulu bisa kita rasakan
kembali.
Kalau kita feedback, untuk memahami wujud busana masyarakat tertentu berarti memahami pula kebudayaan masyarakat itu dan mengerti berbagai aspek keberadaannya.
Sebagai awal kita akan mengenal tata busana di Dunia Kuno, adalah
peradaban yang terjadi disekitar Mediteranea pada masa sebelum Masehi.
Pada dasarnya pakaian tidaklah hanya merupakan alat pelindung terhadap keadaan cuaca semata mata. Suku bangsa primitive ada kalanya mengenakan pakaian tebal panas di Katulistiwa dan kadang-kadang hamper telanjang didaerah kutub.
Ini sebagian dikarenakan adanya keinginan merias diri yang lebih kuat dibandingkan penyesuaian dengan keadaan sekitar. Kiranya sedikit sifat ini tidak hanya ada dimasa purba tetapi hingga masa kini pun sikap itu masih terpelihara disebagian umat manusia.
Perbedaan berbusana antara suku bangsa di pegunungan, kaum nomaden, penghuni padang pasir, goa, petani dan orang kota terlihat jelas. Sedangkan pada golongan berkedudukan tinggi, kaum ningrat dan aristocrat unsure-unsur simbolis kedudukan mereka sangat ditonjolkan.
Bangsa-bangsa kuno pada mulanya hanya mengenakan kain cawet, kadang-kadang dilengkapi dengan selendang. Tutup kepala dan alas kaki, hampir tak dipakai. Busana zaman kuno yang sangat berpengaruh adalah busana yang berasal dari suku bangsa yang memiliki kebudayaaan sendiri seperti bangsa Mesir Kuno dan Bangsa Babylonia. Kedua bangsa ini memiliki bentuk dasar busana yang sama yaitu bentuk dasar kemeja.
Bangsa Mesir Kuno menghias bentuk dasar ini dengan mempergunakan kain itu sendiri, yaitu dengan cara pemberian lipit-lipit ( pleats, plissee ). Bangsa Babylonia dengan menambah potongan-potongan strook yang berumbai-rumbai.
Bentuk kostum dari masing-masing suku bangsa zaman kuno ini saling berbeda tapi sepintas tak terlihat perbedaannya. Potongan-potongan kain besar atau lebarnya tergantung yang dihasilkan oleh alat tenun pada masa itu diterima sebagai bentuk dasar kostum untuk kemudian dilipat, dililit, dilingkarkan atau disusun pada badan dalam aneka perbandingan panjang atau lebar kain itu sendiri.
Akan jelas bahwa dengan demikian busana zaman kuno dapat dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu :
1.
Rok – rok lipit ( sarung )
2.
Bentuk dasar kemeja :
tunika
kaftan
Tunika dan kaftan hingga kini masih dikenakan oleh bangsa-bangsa
di Afrika Utara dan Timur Tengah.
3. Draperi.
Sepotong kain disusun pada bahan, acapkali sebagai tambahan. (
ingat : sari pada busana khas India ).Busana deraperi memberi aksen pada
gerakan badan hingga merupakan pakaian paling plastis dari Dunia Kuno.
Dalam dunia kuno bentuk celana hamper tidak digunakan. Sesekali
bentuk ini dijumpai sebagai pakaian rasionil pada suku bangsa- suku bangsa
pegunungan atau pada suku bangsa-suku bangsa penunggang kuda.
MESIR KUNO
Salah satu pusat peninggalan kebudayaan yang tertua didunia
terdapat di daerah lembah sungai Nil di Mesir semasa 4000 tahun SM. Ditemukan
oleh Pasukan Napoleon dari Perancis yang menyerbu dan menduduki daerah subur
sungai Nil pada tahun 1797. Seorang Ilmuwan Perancis yang bernama CHAMPOLLION
berhasil membaca batu bertulis Rosetta ( nama desa ) yang kemudian huruf-huruf
atau aksara-aksara yang terdapat di Mesir Kuno kemudian dikenal sebagai
HYROGLYPH. Sejak sekitar tahun1800 itulah segenap sejarah Mesir dari masa 4000
tahun sebelum Masehi terungkap.
Mesir juga disebut sebagai Negeri Hadiah Sungai Nil karena
kesuburannya. Dengan singkat, periode-periode pra sejarah Mesir adalah :
1.
Periode pra sejarah dan sejarah awal hingga
3000 SM
2.
Periode Kerajaan Kuno 3000–2000 SM
3.
Periode Kerajaan Pertengahan 2100–1800 SM
4.
Periode Kerajaan Baru 1580–1085 SM
5.
Periode Penjajahan Asing 1085 – 395 SM
- Periode Saitis 663 – 525 SM
- Periode Ptolomeus 332 – 30 SM
- Periode Romawi 30 – 395 M
6. Periode Kristen Awal, masa perkembangan kebudayaan Koptik 395 –
640 SM
7. Islam.
Awal keruntuhan Kerajaan Mesir Kuno adalah pada masa Penjajahan
Asing, namun hingga sekarang, hampir 30 abad kemudian sejarah Kerajaan Mesir
Kuno tetap menjadi misteri yang belum terungkap dengan tuntas. Dan
manusia-manusia di abad modern, belum berhenti untuk mencoba mengungkap.
Zaman Mesir Kuno dapat dikatakan zaman emas karena pada masa itu
telah mengenal emas dan tersedia sangat berlimpah. Kaum ningrat bias meletakkan
emas dimana saja sehingga logam mulia itu seakan-akan tidak bernilai bagi
mereka.
Busana yang dipakai pada masa itu masih dalam bentuk yang sangat
sederhana berupa busana dalam bentuk kemeja tanpa krag dinamakan KALASIRIS.
Dalam periode kerajaaan kuno Kalasiris berlengan setali ini sangat pendek dan ketat, sedangkan dalam periode kerajaan baru kalasiris dibuat panjang dan lebar serta diberi lipit-lipit yang merupakan unsur dekoratif yang sangat dominan pada tata busana bangsa Mesir kuno.
Pelengkap Kalasiris : berbagai sarung pendek dan aneka krag. Yang dibuat dari berbagai macam bahan. Sepeti Linen yang dikanji sangat kaku agar mudah dibentuk, ini biasa digunakan oleh rakyat biasa. Ada juga dibuat dari kulit atau logam mulia, ini biasa digunakan oleh kaum ningrat dan tokoh-tokoh penting lainnya. Pada kragnya juga acapkali ditambahkan hiasan dari permata yang disusun dalam susunan geometris.
Sedangkan sarung pendek atau disebut SCHENTI juga memberikan efek dekoratif pada kalasiris. Yang juga terkadang dibuat dari kulit berlapis emas.
Asesoris lainnya ada selendang yang disebut STOLA yang disusun
sebagai draperi pada bahu. Dikenakan juga semacam rompi panjang yang dibuat
dari susunan jalinan dan ronce manik-manik.
Untuk Firaun, kalasiris yang berlipit-lipit dibuat dari kain emas
agar memberi kesan kedewaan.
Untuk Pendeta dan Firaun memakai tutup kepala dari kain yang
dilipat menjadi segitiga.
Tutup kepala ini disebut KLAFT.
Aneka mahkota yang terdapat di Mesir:
Mahkota Pschent -:
Mahkota ganda terdiri dari Mahkota Merah dan Mahkota Putih warna
pada mahkota ini menunjukkan daerah kekuasaan pada masa itu. Untuk warna merah
meliputi Mesir Bawah dan warna putih meliputi daerah Mesir Hulu.
Mahkota CHEPERESH : Mahkota pada masa kerajaan baru ini berbentuk
lebih tinggi dari Pschent. Selalu dihias dengan Ular Ureus yang menghadap
kedepan, sebagai kepercayan agar terlindungi dari gigitan ular.
Untuk Ratu selalu memakai hiasan burung Elang diatas kepala dengan sayap burung yang putih disisi kepala.
Selain itu ada juga Mahkota Hemhemet, Mahkota Perang, Mahkota Isis
Raja Mesir Kuno juga melengkapi penampilannya dengan menggunakan
janggut palsu. Janggut palsu ini dibuat dari serat wol atau jalinan rambut,
diikat dengan pita kebelakang.
Juga ada gelang-gelang lebar dengan hiasan motif berupa symbol-simbol khas Mesir kuno seperti Ular Ureus, Papyrus, burung elang, matahari bersayap dan lain sebagainya.
Pengaruh Kebudayaan Mesir Kuno ini merupakan sumber ide atau
inspirasi yang tak pernah habis terhadap dunia mode. Masa Mesir Kuno
ditahun 20an merupakan sumbangan besar kepada gaya tahun 20an sampai dengan
tahun 40an yang kemudian dikenal sebagai Gaya ART DECO.
E. Budaya Barat VS Budaya
Timur
Kebudayaan selalu
dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih
baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi
segala kebutuhan masyarakatnya. Entah itu kebudayaan barat diantaranya
negara-negara di Eropa dan kebudayaan timur yaitu negara kita sendiri Indonesia
tercinta. Setiap negara mempunyai ciri khas kebudayaan yang unik dan menarik
menjadi daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya. Darimana pun segi budaya
itu dilihat tetap saja budaya adalah unsur dari karakteristik masyarakatnya itu
sendiri.
Bila kita mengamati
masuknya budaya barat ke Indonesia dijaman modern ini memang dari aspek manapun
budaya barat dapat kita lihat entah itu melalui televisi, media cetak, bahkan
yang paling luas yaitu melalui internet. Budaya barat yang masuk ke Indonesia cenderung
tidak bisa kita atasi dari sisi positif maupun negatif, karena kita memang
harus menerima agar Indonesia tidak ketinggalan jaman tapi hal ini tidak
seharusnya meninggalan budaya yang menjadi tradisi kita yang menjadi identitas
kita sebagai negara Indonesia.
Budaya barat yang masuk
ke Indonesia bisa kita pisahkan menjadi dua bagian yaitu dari sisi positif dan
sisi negatif. Bila kita pandang dari sisi positif budaya barat bisa dilihat
dari segi teknologinya yang memang Indonesia masih tertinggal jauh dari budaya
barat, bila kita berinteraksi dengan orang asing yang berkunung ke Indonesia
tentu saja akan terjalin komuniskasi antar penduduk beda negara yang bisa
saling bertukar pikiran tentang apa yang di Indonesia dan apa yang ada di
negara orang asing tersebut. Hal ini menjadi sisi positif agar Indonesia tidak
terlalu ketinggalan dalam segi apapun dan menjadikan negara kita lebih berwarna
namun tetap dalam aturan dan norma yang berlaku di negara kita Indonesia ini.
Disisi lain ada pula sisi
negatif yang timbul bila kita sering melihat budaya barat, entah itu cara
berpakaian, cara bicara, mode, music, apapun yang berasal dari budaya barat.
Contoh kecil saja dalam segi pakaian atau fashion, di Indonesia atau sebagian
negara timur dalam segi pakaian memakai pakaian tertutup dan sopan, namun bila
ada wisatawan asing yang datang ke Indonesia, Bali misalnya kita akan melihat
fashion mereka yang sangat berbeda meraka bahwan hanya menggunakan bikini atau
pakaian yang lebih terbuka dibandingan dengan orang Indonesia itu sendiri.
Masuknya budaya barat ke
Indonesia bisa kita lihat dari berbagai media diantaranya televisi, internet
maupun media masa. Sangat besar kemungkinan bagi masyarakat Indonesia untuk
mengenal budaya barat, apalagi tokoh-tokoh terkenal seperti artis luar negeri
yang disukai masyarakat Indonesia yang dijadikan idola dan dijadikan patokan
untuk fashion maupun tingkah laku idolanya. Semuanya itu adalah budaya yang
memang tidak seharusnya kita tiru atau tidak kita pertahankan, hanya perlu kita
ketahui bahwa itu budaya barat yang seharusnya kita tetap menjaga budaya kita
sendiri.
Jaman sekarang siapa pun
mengenal internet yang menjadi bagian dari kemajuan teknologi, apalagi di
internet sangat terbuka dan sangat amat luas kita bisa mengetahaui budaya barat
yang bisa kita ketahui mulai dari makanan, fashion, artis, gaya hidup, apapun
yang berkaitan dengan kebudayaan barat maupun yang bukan. Itu semua adalah
perkembangan jaman yang harus kita ikuti dan tidak bisa kita hindari, bila kita
berusaha untuk menghindari tentu saja kita tidak akan berkembang. Namun yang
baik adalah kita mengetahui budaya yang baik dan yang kurang baik tidak usah
kita ambil, dan terus mengambil nilai-nilai positif dari budaya barat yang
lebih berkembang dari Indonesia.
Bila dilihat secara umum
kebudayaan barat dan kebudayaan timur dapat terbentuk karena adanya norma dan
nilai-nilai yang ada dalam lingkup masyarakatnya sendiri yang terus berulang
terus menerus menghasilkan sebuah budaya yang menjadi cirri khas dari suaru
negara. Serta pola pikir masyarakatnya yang maju akan menjadikan budayanya
lebih berkembang dan diketahui oleh masyarakat luas, tentu saja dengan tidak menghapus budaya dan
karakteristik daripada negara itu sendiri yang telah menjadi identitas sejak
dulu kala jaman nenek moyang kita.
Baik atau tidak baiknya
budaya suatu negara harus tetap kita hormati dan kita hargai karena bagaimana
pun juga budaya adalah seni yang tergabung dalam pola pikir, moral, dan
perilaku masyarakat yang tinggal didalamnya sehingga menghasilkan kebudayaan
yang cocok dengan karakteristik masyaraktnya itu sendiri.
F. Pakaian yang Beragama atau Bergaya?
Terjadinya revolusi Iran, merupakan titik penting terjadinya perubahan gaya berbusana agamis. Pada era sebelum revolusi Iran atau yang dikenal sebagai revolusi Islam, pakaian agamis dan tren jilbab, belum terlalu diakui sebagai bagian media yang digunakan untuk bergaya. Revolusi yang ditandai berakhirnya rezim penguasa Mohammad Reza Pahlavi, serta menjadi revolusi terbesar ketiga dalam sejarah dunia, memiliki arti penting pada sejarah berpakaian agamis. Kemenangan ini, selain dirayakan dengan gaya pakaian, juga melalui musik dan film, yang secara perlahan bertemakan Islam.
Peristiwa kemenangan ini juga dirayakan di Indonesia, dimulai pada saat revolusi Iran di tahun 1979, dan tahun-tahun selanjutnya, bergaya muslim dalam kehidupan sosial menjadi semacam tren. Pengakuan identitas keagamaan, yang divisualkan melalui busana, lagu, dan film, menjadi marak. Pentas busana, baik dalam kemasan pagelaran, mau pun merefleksi dalam kehidupan sosial sehari-hari, menjadi lahan industri yang berpotensi secara ekonomis dan menjadi lahan pembauran nilai-nilai kultural. Pakaian pada ranah kultural dan agama, memiliki spesifikasi dimensi sendiri-sendiri. Manusia sebagai bagian dari sistem kebudayaan, dan sebagai penunjuk penting
Terjadinya revolusi Iran, merupakan titik penting terjadinya perubahan gaya berbusana agamis. Pada era sebelum revolusi Iran atau yang dikenal sebagai revolusi Islam, pakaian agamis dan tren jilbab, belum terlalu diakui sebagai bagian media yang digunakan untuk bergaya. Revolusi yang ditandai berakhirnya rezim penguasa Mohammad Reza Pahlavi, serta menjadi revolusi terbesar ketiga dalam sejarah dunia, memiliki arti penting pada sejarah berpakaian agamis. Kemenangan ini, selain dirayakan dengan gaya pakaian, juga melalui musik dan film, yang secara perlahan bertemakan Islam.
Peristiwa kemenangan ini juga dirayakan di Indonesia, dimulai pada saat revolusi Iran di tahun 1979, dan tahun-tahun selanjutnya, bergaya muslim dalam kehidupan sosial menjadi semacam tren. Pengakuan identitas keagamaan, yang divisualkan melalui busana, lagu, dan film, menjadi marak. Pentas busana, baik dalam kemasan pagelaran, mau pun merefleksi dalam kehidupan sosial sehari-hari, menjadi lahan industri yang berpotensi secara ekonomis dan menjadi lahan pembauran nilai-nilai kultural. Pakaian pada ranah kultural dan agama, memiliki spesifikasi dimensi sendiri-sendiri. Manusia sebagai bagian dari sistem kebudayaan, dan sebagai penunjuk penting
kedinamisannya, menjadikan pakaian dalam bentuk yang berbaur dengan
agama. Antara minat pada budaya berbusana (tren busana) dan menjalankan aturan
atau hukum berbusana, hampir tidak ada perbedaan.
Berjilbab merupakan pilihan personal, yang dilandasi beragam alasan, diantaranya adalah faktor keinginan diri sendiri, tuntunan Al-Qur’an, alasan kenyamanan, dan membedakan dengan perempuan lainnya. Sebagai pilihan kultural, berjilbab muncul dalam kancah persilangan dari beberapa faktor yang disinggung sebelumnya. Usaha untuk membedakan dengan perempuan lain, merupakan wacana yang menunjukkan identitas pada konteks waktu dan tempat tertentu. Ini adalah bergaya. Turut serta dalam tren jilbab merupakan bagian penting dalam pembudayaan jilbab pada kehidupan sosio-kultural. Jilbab dalam kancah kultur Islam mengalami distorsi pemaknaan, akibatnya terjadi “seragamisasi” penggunaan jilbab, modifikasi jilbab, dan menciptakan beragam timbal balik komunikasi didalamnya.
Jilbab tidak dapat dijadikan sebagai penanda ketaatan atau ketaqwaan seseorang; bukan soal jilbab besar atau jilbab kecil, bahkan pada seseorang berjilbab atau pun tidak. Ideologi jilbab secara langsung bukan hanya untuk menunjukkan tentang ketaqwaan, ada konstruksi (makna lain) yang terbangun didalamnya, sebagai tren, kebudayaan, identitas, alat berkomunikasi, dan ada peran budaya media massa. Dalam rumusan Madan Sarup, wacana posmodern bercirikan sesuatu yang bernilai kekinian, dapat berwujud suatu bentuk baru dari ketekstualan; gejala gangguan kejiwaan yang ditampilkan masyarakat, dan tidak bersifat alamiah, melainkan dibuat oleh kapitalisme global. Jilbab yang dipandang sebagai produk masa kini, merupakan produk nyata wilayah posmodern, bernilai kekinian, bentuk baru dalam pencitraan, dan ada pengkondisian “kecintaan” terhadap jilbab (penciptaan tren/tidak alamiah). Nilai kekinian dan bentuk baru yang dibicarakan posmodernisme merupakan bagian penting dalam memilah sifat alamiah seseorang untuk berjilbab (sesuai tuntunan), atau tercipta atas kepentingan (tren dan industri).
Munculnya klasifikasi pada jilbab, merupakan bukti nyata peran industri terhadapnya. Istilah jilbab besar, jilbab kecil, atau pun jilbab gaul, adalah ranah persoalan dimana nyaman dan tidak menggunakan jilbab. Jilbab sebagai salah satu produk kebudayaan, menjadi bukti nyata terjadinya kontroversi terhadap kebijakan dan kewajiban menggunakannya dalam konteks hukum pada masyarakat sosial dan pendidikan. Seragamisasi jilbab pada kontek waktu dan tempat tertentu, perlu mendapatkan perhatian dan pembahasan secara mendalam, karena jilbab adalah “milik” kelompok muslim, jilbab merupakan “milik” orang-orang yang secara hati nurani dan sadar menggunakan sesuai tuntunan; tidak dapat digeneralisasikan dalah hal apa pun. Jika terjadi pertentangan atas memaksakan “milik” dan cara mengaplikasikannya, sudah terjadi apa yang diistilahkan oleh Sarup, sebagai sesuatu yang dibuat-buat. Ini masuk pada konteks “bergaya” tersebut.
G. Pakaian dalam Persoalan Moral dan Etika
Pakaian yang bermoral tidak selalu berkarakter tertutup, bersifat longgar, dan serba panjang. Ketat atau pun longgar bukan ukuran untuk menentukan sifat erotisme pada sehelai pakaian, ada karakter tertentu yang dijadikan sebagai sumber permasalahan. Konstruksi sosial terhadap pemahaman pornografi adalah sifat pakaian yang serba terbuka, tidak menutup aurat. Persoalan pakaian dan aurat seharusnya tidak dijadikan sebagai sumber utama terjadinya pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap kaum perempuan. Hal syahwat tidak selalu terhubung dengan pakaian minim, ketat, atau pun bersifat terbuka. Kenyamanan seseoarang untuk menggunakan jenis pakaian tertentu, tidak dapat dikatakan sebagai sumber permasalahan. Akan tetapi, lebih pada kebobrokan moral dan etika orang yang melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan. Ada nilai-nilai akidah, moral, etika, dan kemampuan mengendalikan diri pada setiap manusia, yang seharusnya menjadi pengontrol terhadap nafsunya. Perbedaan budaya berpakaian, sekaligus batasan ”nyaman” dalam konteks beberapa agama di Indonesia, bukanlah indikator yang menentukan terjadinya pemerkosaan. Dengan kata lain, tidak ada kewajaran dan kelumrahan terhadap gaya berpakaian ketat dan minim, yang menjadi faktor utama atas pelecehan seksual.
Berjilbab merupakan pilihan personal, yang dilandasi beragam alasan, diantaranya adalah faktor keinginan diri sendiri, tuntunan Al-Qur’an, alasan kenyamanan, dan membedakan dengan perempuan lainnya. Sebagai pilihan kultural, berjilbab muncul dalam kancah persilangan dari beberapa faktor yang disinggung sebelumnya. Usaha untuk membedakan dengan perempuan lain, merupakan wacana yang menunjukkan identitas pada konteks waktu dan tempat tertentu. Ini adalah bergaya. Turut serta dalam tren jilbab merupakan bagian penting dalam pembudayaan jilbab pada kehidupan sosio-kultural. Jilbab dalam kancah kultur Islam mengalami distorsi pemaknaan, akibatnya terjadi “seragamisasi” penggunaan jilbab, modifikasi jilbab, dan menciptakan beragam timbal balik komunikasi didalamnya.
Jilbab tidak dapat dijadikan sebagai penanda ketaatan atau ketaqwaan seseorang; bukan soal jilbab besar atau jilbab kecil, bahkan pada seseorang berjilbab atau pun tidak. Ideologi jilbab secara langsung bukan hanya untuk menunjukkan tentang ketaqwaan, ada konstruksi (makna lain) yang terbangun didalamnya, sebagai tren, kebudayaan, identitas, alat berkomunikasi, dan ada peran budaya media massa. Dalam rumusan Madan Sarup, wacana posmodern bercirikan sesuatu yang bernilai kekinian, dapat berwujud suatu bentuk baru dari ketekstualan; gejala gangguan kejiwaan yang ditampilkan masyarakat, dan tidak bersifat alamiah, melainkan dibuat oleh kapitalisme global. Jilbab yang dipandang sebagai produk masa kini, merupakan produk nyata wilayah posmodern, bernilai kekinian, bentuk baru dalam pencitraan, dan ada pengkondisian “kecintaan” terhadap jilbab (penciptaan tren/tidak alamiah). Nilai kekinian dan bentuk baru yang dibicarakan posmodernisme merupakan bagian penting dalam memilah sifat alamiah seseorang untuk berjilbab (sesuai tuntunan), atau tercipta atas kepentingan (tren dan industri).
Munculnya klasifikasi pada jilbab, merupakan bukti nyata peran industri terhadapnya. Istilah jilbab besar, jilbab kecil, atau pun jilbab gaul, adalah ranah persoalan dimana nyaman dan tidak menggunakan jilbab. Jilbab sebagai salah satu produk kebudayaan, menjadi bukti nyata terjadinya kontroversi terhadap kebijakan dan kewajiban menggunakannya dalam konteks hukum pada masyarakat sosial dan pendidikan. Seragamisasi jilbab pada kontek waktu dan tempat tertentu, perlu mendapatkan perhatian dan pembahasan secara mendalam, karena jilbab adalah “milik” kelompok muslim, jilbab merupakan “milik” orang-orang yang secara hati nurani dan sadar menggunakan sesuai tuntunan; tidak dapat digeneralisasikan dalah hal apa pun. Jika terjadi pertentangan atas memaksakan “milik” dan cara mengaplikasikannya, sudah terjadi apa yang diistilahkan oleh Sarup, sebagai sesuatu yang dibuat-buat. Ini masuk pada konteks “bergaya” tersebut.
G. Pakaian dalam Persoalan Moral dan Etika
Pakaian yang bermoral tidak selalu berkarakter tertutup, bersifat longgar, dan serba panjang. Ketat atau pun longgar bukan ukuran untuk menentukan sifat erotisme pada sehelai pakaian, ada karakter tertentu yang dijadikan sebagai sumber permasalahan. Konstruksi sosial terhadap pemahaman pornografi adalah sifat pakaian yang serba terbuka, tidak menutup aurat. Persoalan pakaian dan aurat seharusnya tidak dijadikan sebagai sumber utama terjadinya pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap kaum perempuan. Hal syahwat tidak selalu terhubung dengan pakaian minim, ketat, atau pun bersifat terbuka. Kenyamanan seseoarang untuk menggunakan jenis pakaian tertentu, tidak dapat dikatakan sebagai sumber permasalahan. Akan tetapi, lebih pada kebobrokan moral dan etika orang yang melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan. Ada nilai-nilai akidah, moral, etika, dan kemampuan mengendalikan diri pada setiap manusia, yang seharusnya menjadi pengontrol terhadap nafsunya. Perbedaan budaya berpakaian, sekaligus batasan ”nyaman” dalam konteks beberapa agama di Indonesia, bukanlah indikator yang menentukan terjadinya pemerkosaan. Dengan kata lain, tidak ada kewajaran dan kelumrahan terhadap gaya berpakaian ketat dan minim, yang menjadi faktor utama atas pelecehan seksual.
Undang-undang tentang Pornografi merupakan alat dan perwujudan hukum yang diciptakan oleh pemerintah dalam mengatur seseorang untuk berpakaian dan bertindak. Undang-undang ini mengisyaratkan perihal batasan-batasan masyarakat untuk berpakaian secara layak atau tidak, terbuka atau tertutup, bahkan pakaian yang sopan atau tidak.
Undang-undang pornografi, dimaksudkan untuk meminimalkan gaya pakaian yang berbau erotis, minimalis, dan berkarakter terbuka. Ada persoalan nilai moral dan etika yang hendak disampaikan dalam undang-undang ini. Moral dan etika merupakan sebuah ideologi yang terkandung, dalam upaya mengatur “ketertiban” masyarakat sosial dalam berpakaian, sehingga selain sebagai benda pakai, ia menjadi sebuah sistem peredam segala fitnah karena penggunaan bahan pakaian yang tipis. Terlepas dari segala kekurangan dan kontroversi berlakunya undang-undang pornografi, tidak dimaksudkan untuk membuat dikotomi dan diskriminasi terhadap pakaian adat istiadat suatu daerah, atau pun cara berpakaian pada agama tertentu, tetapi lebih menyikapi nilai-nilai hakiki yang melekat pada pakaian.
H. Pakaian dan Ekspresi Seni
Pakaian sering dianggap sebagai sebuah topeng untuk memanipulasi tubuh, sebagai cara untuk membangun dan menciptakan citra diri. Pakaian berfungsi tidak saja membalut tubuh untuk kehangatan, kesederhanaan atau kenyamanan. Kode pakaian adalah perangkat teknis yang mengartikulasikan hubungan antara tubuh tertentu dan lingkungan hidup, ruang yang ditempati oleh badan dan didasari oleh tindakan tubuh. Dengan kata lain, pakaian membangun habitus pribadi, sebagai sebuah perangkat penting untuk berkomunikasi dengan lingkungannya; pakaian dibentuk dan disesuaikan dengan kondisi tertentu. Peran penting seseorang pencipta atau desainer pakaian, mempengaruhi identitas pakaian, sekaligus citra tubuh penggunanya.
Kondisi ekonomi dan pasar tidak selalu jadi referensi utama dalam seorang desainer menciptakan pakaian, tetapi memiliki posisi yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Munculnya istilah tren, adalah menunjuk seberapa minat konsumen terhadap mode pakaian tertentu, dalam konteks ekonomi, ini menjelaskan seberapa laku mode tersebut dipasaran. Tren ini juga yang memilah pakaian berdasarkan pada bahan, warna, dan harga, bahkan lebih luas menunjuk ideologi, negara, dan siapa yang mencipta pakaian.
Pada sehelai pakaian terdapat ekspresi, keinginan, pesan, atau pun nasihat yang hendak dikomunikasikan oleh desainer. Nilai ekspresi tidak terbatas pada ide dan cara mengkomunikasikan, termasuk pada media yang digunakan. Ekspresi, persoalan ini masuk pada ranah personal dan mutlak milik seseorang yang mencipta suatu produk seni, termasuk pakaian. Kreativitas berkesenian merupakan wilayah yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun, kecuali mencipta suatu pakaian karena menjawab kebutuhan tren. Kebebasan dalam mencipta inilah terkadang dianggap kelompok tertentu, sebagai ekspresi seni yang tidak bermoral, tidak sesuai dengan adat bangsa, atau sering tidak sepaham dengan kondisi nilai filosofi dan kultur suatu ruang. Untuk kepentingan bergaya, karya seni (pakaian) dimungkinkan saling beradaptasi pada kondisi sosial kultural pada wilayah tertentu, sehingga benturan dan silang pendapat, sebagai akibat perbedaan latar belakang kebudayaan dan cara memaknai, dapat diminimalkan. Karena sehelai pakaian bersifat sebagai suatu benda yang dipakai, sebagai sebuah konsep produksi seni yang mudah dipahami, lebih cepat menerima reaksi dari kehidupan sosial.
I.Perkembangan Fashion Di Indonesia
Dalam sejarah belakangan ini kita mendengar berita tentang fashion yang ada di
negara kita. Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang pesat
beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung dari berbagai sisi, baik desainer
lokal yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang membaik, Pihak yang
memegang peran penting dalam mempengaruhi fashion di Indonesia adalah APPMI
(Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia), yang beranggotakan perancang dan
pengusaha yang bergerak di bidang mode Indonesia. Termasuk juga di dalamnya ada
pihak-pihak yang bergerak dalam fashion retail dan ekspor. Mereka memiliki
program tahunan yaitu FASHION TENDANCE yang di adakan sejak 1993 sampai
sekarang, dimana mereka melakukan fashion show yang menampilkan prediksi trend
fashion tahun mendatang dengan maksud memberi arahan komprehensif mengenai
konsep rancangan terkini versi APPMI pada masyarakat luas. Mennurut Poppy
Dharsono, selaku ketua umum dan pendiri APPMI, trend yang di tampilkan pada
acara tersebut merupakan hasil kombinasi dari inspirasi fashion mancanegara
terutama Eropa dan karakteristik masyarakat Indonesia. Menurutnya, acuan
fashion yang paling di gemari adalah dari benua Eropa, seperti Paris dan Milan,
karena desainnya yang sederhana dan klasik.
Majunya teknologi dan arus informasi membuat masyarakat Indonesia lebih terbuka
pada pengetahuan global. Tidak bisa dipungkiri lagi trend mode di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh budaya barat. Namun hal ini tidak membuat
desainer-desainer Indonesia berkecil hati karena mereka di dukung oleh pers,
stylist, retailer, marchandiser, dan fotografer, dimana semuanya bersinergi
menyampaikan informasi sesuai bidangnya masing-masing. Walaupun gaya barat
mendominasi, namun ada kalanya kerjasama mereka kembali memunculkan gaya khas Indonesia
kembali ke permukaan. Informasi yang seimbang antara gaya barat dan lokal
membuat konsumen Indonesia cerdas dalam memilih mana yang disukainya dan yang
cocok baginya.
Menurut Ellen, jenis fahion yang paling cepat perkembangannya adalah baju,
karena baju lebih cepat pergantian modelnya dan baju merupakan item yang paling
banyak dibeli oleh masyarakat di bandingkan dengan produk lainnya. Peringkat
selanjutnya diikuti oleh tas, dan sepatu. Setiap orang tentunya memiliki
pilihan baju lebih banyak di bandingkan tas dan sepatu.
Dengan kata lain predikat jual baju lebih tinggi dari pada jual sepatu dan jual tas atau aksesoris lainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pakaian memiliki beragam
makna eksplisit dan implisit. Pakaian adalah wujud imitasi dari tubuh sosial
seseorang, sehingga batasan kenyamanan setiap personal menjadi berbeda-beda.
Sehelai pakaian mampu menggambarkan suatu struktur kehidupan sosial, ideologi,
sejarah, golongan, komunitas, dan juga identitas. Ideologi agama pada pakaian,
mengenai permasalahan moral dan etika, merupakan aturan atau hukum mengenai
bagaimana berpakaian sesuai dengan kondisi ruang, tempat, dan waktu, yang perlu
dipahami dan dilaksanakan. Seharusnya, kebebasan dalam berkreasi pakaian, tidak
melupakan hubungan pakaian dengan lingkungan sosial disekitarnya. Karena
pakaian sebagai kebutuhan pokok, masuk pada wilayah publik, sehingga
pertimbangan kelayakan sosial masih diperlukan. Pada akhirnya, pakaian tetaplah
bagian benda mati, konstruksi sosial didalamnya, yang menjadikan pakaian
sebagai produk seni yang bermakna ganda.
Perkembangan Dunia Fashion terjadi sangat pesat karena adanya globalisasi dan media
masa yang menunjang. Hal ini ditanggapi dengan positif oleh sebagian besar kaum
hawa di Indonesia karena mereka beranggapan bahwa Fashion atau “Style” adalah
segalanya. Keadaan seperti ini sangat menjadi peluang yang besar bagi para
pebisnis Fashion dari luar yang kemudian membentuk Departement Store dengan
koleksi yang sangat menarik dan terlihat indah.
Tidak hanya itu saja pengaruh dari perkembangan Dunia Fashion, salah satu pengaruh yang lain adalah para wanita lebih memilih budaya Fashion barat yang dianggap bertentangan dengan budaya Fashion timur. Dan yang lebih parah adalah terancamnya usaha dalam negeri yang bergerak dibidang Fashion pula karena barang-barang dari mereka kurang diminati. Tetapi mereka juga tetap berusaha dengan membuat model pakaian yang hampir serupa dengan Fashion barat. Dan hasilnya, barang-barang dari mereka mulai diminati walaupun baru sedikit peminatnya.
Dan kesimpulannya
perkembangan Dunia Fashion barat di Indonesia memberi pengaruh positif tentang
mode di Indonesia walaupun ada juga negatifnya. Tetapi semua itu bisa saja
diatasi asalkan kita dapat menyeleksi akan semua Fashion barat yang masuk ke
Indonesia, dengan pertimbangan apakah ini cocok untuk digunakan, dan dimana
harusnya digunakan. Sehingga tidak terjadi salah kostum jika ingin memakainya.
DAFTAR PUSTAKA
Source :
Sippp..
BalasHapustulisannya keren.. dan sangat membantu...
kalau untuk tren kaos kaki wanita seperti apa ya... unruk sannt ini
Dan moga sukses
salam kenal...
BalasHapusTerima kasih telah mau berbagi informasi yang keren ini membantu sekali untuk menyelesaikan tugas....
oya kalau untuk tempat penjual kaos kaki yang koleksinya lengkap ya ke pusat kaos kaki muslimah disana banyak koleksinya...