PROGRAM PROGRAM YANG SUDAH DITANAMKAN DEPARTEMEN KOPERASI
a.
Program penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi Koperasi dan UKM.
Kegiatan
pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
1)
Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi usaha dengan
mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi
biaya perijinan;
2)
Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti UU tentang UKM, UU tentang
Perkoperasian, dan UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, beserta ketentuan
pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan
melanjutkan
penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap
peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM terutama
peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang
sektoral maupun spesifik daerah;
3)
Memperbaharui/memulihkan hak-hak legal, antara lain dengan memperbaharui/
memulihkan surat-surat ijin usaha melalui prosedur dan mekanisme yang
sederhana, mudah dan cepat serta tanpa pungutan. Bila memungkinkan bahkan cukup
dengan sekedar melapor/mendaftar saja;
b.
Program pengembangan sistem pendukung usaha KUKM.
Kegiatan
pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu :
1) Perluasan
sumber pembiayaan, khususnya skim kredit investasi dan penyediaan skim
pembiayaan ekspor melalui lembaga modal ventura dan lembaga non bank lainnya,
terutama yang mendukung UKM;
2)
Penguatan jaringan pasar domestik produk-produk UKM dan anggota koperasi, melalui
pengembangan lembaga pemasaran, jaringan/kemitraan usaha, dan sistem transaksi
usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan
3)
Penguatan infrastruktur pembiayaan bagi petani dan nelayan di perdesaan
dan skim-skim pembiayaan. alternatif seperti sistem bagi hasil dana
bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat
sebagai pengganti agunan, penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas;
4)
Fasilitasi pengembangan skim penjaminan kredit melalui kerjasama bank dan
lembaga asuransi, dan fasilitasi bantuan teknis kepada BPR dan Konsultan
Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk meningkatkan penyaluran kredit bagi sektor
pertanian;
5)
Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin, melalui
pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dengan dukungan
penyediaan infrastruktur perdesaan;
6)
Bantuan perkuatan untuk KSP/USP yang masih dapat melakukan kegiatan;
7)
Memfasilitasi UKM untuk dapat
berdagang di pasar darurat yang disediakan Departemen Perdagangan.
c.
Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM.
Kegiatan pokok yang akan
dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
1)
Bantuan teknis dan pendampingan teknologi kepada pemerintah daerah,
masyarakat dan UKM di wilayah perbatasan (melalui pengembangan
agroindustri unggulan dan agroforestry bernilai ekonomis tinggi, dan perbaikan
mutu/kualitas benih genetik);
2)
Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha
baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor, pengembangan inkubator
teknologi dan bisnis serta pemberian dukungan pengembangan kemitraan investasi
antar UKM;
3)
Pemasyarakatan kewirausahaan, penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk
memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor,
sub kontrak dan agribisnis/agroindustri;
4)
Pendataan ulang/revitalisasi kelembagaan KUKM;
5)
Bantuan perkuatan alat/sarana usaha berupa kapal penangkap kapal ikan yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap bersama Departemen Kelautan dan
Perikanan.
d.
Pemberdayaan usaha skala mikro. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan
melalui program ini, yaitu:
1)
Peningkatan kesempatan dalam berusaha dengan penyediaan kemudahan dan pembinaan
teknis manajemen dalam memulai usaha, perlindungan usaha, tempat berusaha
wirausaha baru, dan penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif untuk usaha;
2)Penyelenggaraan
pelatihan budaya usaha dan perkoperasian serta fasilitasi pembentukan wadah
koperasi di daerah kantong-kantong kemiskinan;
3)
Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan LKM dan KSP di sektor
pertanian dan perdesaaan antara lain melalui pembentukan sistem jaringan antar
LKM dan antara LKM dan bank.
4)
Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah melalui pendekatan klaster
di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam
pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas koperasi sebagai
wadah organisasi untuk meningkatkan skala ekonomi usaha dan efisiensi kolektif;
5)
Memfasilitasi sarana usaha bagi usaha skala mikro, yang berlokasi
di sekitar tenda-tenda penampungan, dan pasar darurat yang
pelaksanaan dikoordinasikan oleh Departemen perdagangan;
6)
Peningkatan kredit skala mikro dan kecil serta peningkatan kapasitas dan
jangkauan pelayanan KSP/USP;
7)
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pengusaha mikro dan kecil.
Sasaran Pengembangan
Sasaran
pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 adalah:
1. Meningkatnya produktivitas
dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah;
2. Berkembangnya usaha
koperasi dan UMKM di bidang agribisnis di perdesaan;
3. Tumbuhnya wirausaha baru
berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4. Berkembangnya usaha mikro
di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan;
5. Meningkatnya jumlah
koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.
Arah Kebijakan
Pembangunan
Kebijakan
pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 secara umum diarahkan untuk
mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan
kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan
perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam
kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan
ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro
diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat
berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan.
Dalam
rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan
penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif
berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di
daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala
mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan
pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan
usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan
siap untuk tumbuh dan bersaing.
Pemberdayaan
koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan
peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan
kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru
berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan
perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu,
UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain
dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan
mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan
kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan,
bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.
UMKM
yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan
adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan.
Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan
harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan
perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang
seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah
efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar
mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta
mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan
kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi
alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping
itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih
kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu
dikembangkan.
e. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Eksistensi
Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia
Pelaku
ekonomi Indonesia ada tiga yaitu BUMN / BUMD, koperasi dan BUMS (swasta).
Dengan demikian eksistensi koperasi absah di Indonesia, bahkan diharapkan dapat
menjadi soko-guru perekonomian Indonesia. Meskipun tujuan ideal koperasi
sebagai soko guru dalam perekonomian Indonesia, namun peran koperasi kalah jauh
dibandingkan BUMN / BUMD apalagi dengan BUMS. Koperasi berasal dari bahasa
Latin, yang berarti bersama dan operare berarti bergerak berusaha. Jadi
secara singkat dalam koperasi harus ditunjukkan kebersamaan dalam menjalankan
usaha (Suratal HW, 1993). Menurut UU Nomor 25/1992, koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat, yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari definisi koperasi
tersebut, maka ada lima unsur pokok yaitu:
1)
Koperasi sebagai badan usaha
2)
Beranggotakan orang-seorang bagi koperasi primer atau badan hukum koperasi bagi
koperasi
sekunder
3)
Prinsip ekonomi sebagai dasar kegiatannya
4)
Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
5)
Berdasarkan atas asas kekeluargaan
Peranan
Koperasi yaitu:
1)
Mempertinggi kualitas kehidupan manusia seutuhnya
2)
Berupaya untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian Nasional
3)
Memperkokoh perekonomian rakyat
Dari
berbagai uraian di atas sebenarnya ada yang istimewa dari koperasi
dibandingkan
dengan badan usaha lainnya. Menurut Soedarsono Hardjosoekarto (dalam
Indra
Ismawan, 2001) karakteristik sebagai pemilik sekaligus konsumen adalah ciri
utama
koperasi
yang membedakan dengan organisasi lain. Karakteristik itu dapat menjadi
stimulan
bagi
munculnya rasa ikut memiliki, yang pada gilirannya akan menciptakan pertumbuhan
yang
dinamis.
Langkah-Langkah
Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
E.F.
Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John
Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada
ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua
pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di
Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu.
paradigms pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan
praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang
menganalisis perbedaan antara “ekonomi rakyat” dan“ekonomi konglomerat” dengan
kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi
pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”. Keistimewaan
koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah
pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama.
Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata
dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut.
untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan
internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak
virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi
sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan
untuk kemajuan kopearasi dan kesejahteraan anggota, mealinkan untuk keuntungan
politis kelompok tertentu.. Sebagai contoh, mislanya KUD (KoprasiUnit Desa)
diplesetkan menjadi “Ketua Untung Dulu”, tentunya menggambarkan yang
diuntungkan
koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi
para
pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan
kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang
berlatarbelakang non koperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga
mempengaruhi citra koperasi. Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas
pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya
koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik,
maka agenda ekonomi kOnkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, di
mana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuangan perekonomian rakyat
kecil tidak berjalan. Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus
dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala
konflik yang ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian rente yang oportunitis,
dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para
pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus
ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa
datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr, sistem pencatatan
keuangan
yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga,
strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan
kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku
lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk
menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan
distribusi dapat memenuhi suarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal,
spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerhja.
Kegiatan
pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini, yaitu:
1)
Fasilitasi penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat di perdesaan
berdasarkan identifikasi bestpractices dan lessons
learned program-program pemberdayaan masyarakat;
2)
Peningkatan pelayanan lembaga perkoperasian dan UKM pada zona aman bencana
terhadap kelompok kegiatan ekonomi terdekat yang terkena bencana.
Program-program
tersebut diupayakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi sektor riil sehingga
dapat membuka lapangan kerja yang luas, meningkatkan nilai tambah produk,
peningkatan daya beli masyarakat, dan meningkatkan pendapatan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM), yang pada gilirannya diharapkan akan mampu
menurunkan kemiskinan.
Secara
khusus, sejak tahun 2006 dan tahun 2007 ini Kementerian Koperasi dan UKM juga
telah mengembangkan berbagai bentuk dan skema pemberian dukungan perkuatan
melalui beberapa kegiatan program sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
program pokok sebagaimana tersebut di atas, sebagai berikut :
1. Program
Pembiayaan Usaha Mikro
a. Program
Pembiayaan Produktif KUM Pola Konvensional
Sebagai
kelanjutan implementasi Tahun Keuangan Mikro Indonesia (TKMI) pada tahun 2006
ini, Kementerian Koperasi dan UKM melalui dukungan perkuatan permodalan akan
memfasilitasi sebanyak 840 KSP/USP-Koperasi masingmasing senilai Rp. 100 juta.
b.
Program Pembiayaan Produktif KUM Pola Syariah
Program
ini bertujuan untuk memberdayakan pengusaha kecil dan mikro melalui kegiatan
usaha berbasis pola syariah serta memperkuat peran dan posisi KJKS/UJKS sebagai
instrumen pemberdayaan usaha mikro. Pada Tahun Anggaran 2006 menurut rencana
program perkuatan KJKS/UJKS telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. 36 miliar
yang akan disalurkan kepada 360 KJKS/UJKS.
2.
Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui
sertifikasi
hak atas tanah
Program
pemberdayaan UMK melalui Pensertifikasian Hak Atas Tanah, ditujukan untuk
peningkatan kemampuan usaha mikro dan kecil dalam mengakses sumber-sumber
permodalan khususnya bagi lembaga keuangan yang mensyaratkan adanya agunan bagi
para debitornya. Pada Tahun Anggaran 2006 Kementerian Koperasi dan UKM akan
melanjutkan program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan rencana
alokasi sebanyak 10.240 sertifikat tanah UMK dengan nilai bantuan sebesar Rp.
500.000,-/ UMK/bidang dan 500 sertifikat tanah perkebunan dengan nilai
bantuan
sebesar Rp. 1.000.000,-/ UMK/bidang.
3.
Pemanfaatan dana SUP-005
Dalam
rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil melalui program
Dana SUP-005, telah dimanfaatkan oleh 117.093 Usaha Mikro dan Kecil dengan
komposisi yang tersebar dalam sektor perdagangan, restoran dan retail 70,78%,
sektor jasa dan lainnya 12,07% dan sektor pertanian 10,89%. Sedangkan yang
paling kecil adalah sektor pertambangan yakni sebesar 0,02%. Dalam tahun 2006,
kegiatan ini akan dilanjutkan, yang meliputi :
a.
Memanfaatkan pengembalian dana dari BNI sebesar Rp. 200 miliar untuk
direalokasikan kepada BUMN Pengelola dan LKP yang mengajukan permohonan kepada
Kementerian Koperasi dan UKM.
b.
Mengupayakan pemanfaatan sisa dana SUP 005 sebesar Rp.6,87 triliun (berdasarkan
Keppres 176/1999, vide surat Menteri Keuangan Nomor: 005/MK/1999 total dana SUP
005 adalah Rp. 9,97 triliun dan baru dimanfaatkan sebesar Rp. 3,1
triliun)
untuk terus dimanfaatkan sebagai skema Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK)
tahap lanjutan.
4.
Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (PROSPEK MANDIRI)
Program
ini dirancang secara khusus untuk mengoptimalkan potensi para sarjana yang
belum mendapat pekerjaan agar mampu berperan dalam memacu pertumbuhan dan daya
saing perekonomian nasional. Dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM
mendorong pemerintah daerah dapat merealisasikan program prospek mandiri untuk
meningkatkan jumlah wirausahawan kecil dan menengah melalui skema bantuan modal
kerja. Program prospek mandiri dilakukan dengan mengoptimalkan penyerapan
sumber daya manusia setempat untuk menggerakkan perekonomian dengan merintis
usaha skala kecil dan menengah. Selain juga melalui program ini diharapkan para
sarjana mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri dan terwujud sarjana
wirausaha baru dalam wadah Koperasi.
5.
Pengembangan usaha KUKM di sektor Peternakan
Dalam
rangka pengembangan usaha KUKM di sektor Peternakan, Kementerian Koperasi dan
UKM pada tahun 2006 ini telah merencanakan bantuan perkuatan berupa dana
bergulir kepada koperasi untuk pengadaan bibit sapi Bali sebanyak 900 ekor
senilai Rp. 3,15 miliar, Pembibitan Sapi PO sebanyak 800 ekor senilai Rp. 3,6
miliar, penggemukan Sapi PO sebanyak 1000 ekor senilai 5 miliar, selanjutnya
untuk Sapi Perah sebanyak 300 ekor senilai Rp. 2,25 miliar dan sarana penunjang
persusuansenilai Rp. 3 miliar.
6.
Program Pengembangan Usaha Koperasi di Bidang Pangan
Dalam
upaya memberdayakan koperasi-koperasi di bidang pengadaan pangan, Kementerian
Koperasi dan UKM pada tahun 2006 ini telah merencanakan kegiatan-kegiatan
antara lain: pengembangan pengadaan pangan Koperasi dengan sistem Bank Padi
(dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 3,36 miliar), pengadaan alat pertanian dan
sarana produksi di sentra pangan.
7.
Program Pengarusutamaan Gender di Bidang KUKM
Kementerian
Koperasi dan UKM sejak tahun 2004 telah melakukan rintisan model pengembangan
usaha mikro dan kecil melalui dukungan perkuatan dana bergulir kepada
kelompok-kelompok kegiatan produktif masyarakat, yang pada umumnya adalah
wanita pengusaha skala mikro dan kecil dengan menerapkan sistem tanggung
renteng. Pada tahun 2006 ini, program tersebut tetap dilanjutkan dengan alokasi
anggaran sebesar Rp. 720 juta di 32 Propinsi dalam bentuk bantuan modal kerja
melalui dana bergulir kepada usaha mikro dan kecil.
Kriteria Usaha Mikro Kecil Dan Menengah.
Konsep
Usaha Kecil itu sendiri sesungguhnya, dari 48,9 juta usaha kecil di Indonesia,
hanya 1 juta unit lebih yang benar-benar dapat di sebut sebagai pengusaha
kecil. Koperasi pun hanya 80 ribu lebih, lebih dari 47,50 juta pengusaha
sesungguhnya dikategorikan sebagai usaha mikro. Dengan demikian, bila kita
berbicara tentang UMKM perlu di ingat bahwa sebetulnya kebanyakan usaha yang
kita bahas itu bersifat sangat kecil. Sampai saat ini masih terdapat
perbedaan mengenai kriteria pengusaha kecil baik yang ada dikalangan perbankan,
lembaga terkait, biro statistik (BPS), maupun menurut kamar dagang dan
industri Indonesia (KADIN). Perbedaan kriteria tersebut adalah Bank
Indonesia. Suatu perusahaan atau perorangan yang mempunyai total assets
maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati. Untuk
Departemen Perindustrian kriteria usaha kecil sama dengan Bank Indonesia. Biro
Pusat Statistik (BPS); Usaha rumah tangga mempunyai : 1-5 tenaga kerja, Usaha
kecil mempunyai : 6-19 tenaga kerja, Usaha menengah mempunyai : 20-99
tenaga kerja. Kamar Dagang Industri Indonesia (KADIN); Industri yang
mempunyai total assets maksimal Rp.600 juta termasuk rumah dan tanah yang
ditempati dengan jumlah tenaga kerja dibawah 250 orang. Departemen Keuangan;
Suatu badan usaha atau perorangan yang mempunyai assets setinggi-tingginya
Rp. 300 juta atau yang mempunyai omset penjualannya maksimal Rp. 300 juta per
tahun.
Sebagai
permbandingan dikemukakan pula beberapa kriteria usaha kecil beberapa Negara
berkembang seperti India, Thailand dan Philipina. India, Industri yang
memiliki pabrik dan mesin-mesin beserta perlengkapannya dengan fixed assets
maksimal Rupe 2.500.000 atau sekitar Rp. 496,4 juta. Thailand Industri
yang memiliki fixed assets maksimal Bath 2.000.000 atau sekitar Rp. 438,1
juta. Philipina Usaha rumah tangga industri adalah yang nilai fixed assets
kurang dari Pesos 100.000 atau sekitar Rp. 16 juta. Small industry
adalah yang nilai fixed assetsnya antara Pesos 100.000 s/d 1.000.000 atau
sekitar Rp. 160,8 juta.Usaha berskala mikro, kecil dan menengah dalam
arti yang sempit seringkali dipahami sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki
jumlah tenaga kerja dan atau assets yang relatif kecil. Bila hanya komponen ini
dijadikan sebagai patokan dalam menentukan besar kecilnya skala usaha maka
banyak bias yang terjadi, sebagai contoh sebuah perusahaan yang memperkejakan
50 orang karyawan di Amerika Serikat di kategorikan sebagai perusahaa kecil
(relatif terhadap ukuran ekonomi Amerika Serikat). Sementara itu untuk ukuran
yang sama, sebuah perusahaan di Bolivia tidak lagi masuk dalam kategori usaha
kecil. Dengan demikian, diperlukan komponen atau karakteristik lain dalam
melakukan penilaian ukuran usaha, misalnya dengan melihat tingkat informalitas
usaha dengan berdasarkan kepada dokumen-dokumen usaha yang dimiliki, tingkat
kerumitan teknologi yang digunakan, padat karya dan lain
sebagainya.
Perbedaan
beberapa kriteria tersebut dapat dimengerti karena alasan
kepentingan pembinaan yang spesifik dari masing-masing sektor/kegiatan yang
bersangkutan. Namun disadari pula bahwa dalam beberapa hal perbedaan tersebut
dapat menimbulkan kesulitan bagi suatu lembaga peneliti terutama dalam
pengambilan sample penelitian, sehingga hasilnya dapat menimbulkan persepsi
berbeda.
Sehubungan
dengan kesulitan yang ditimbulkan di atas, maka sejak tahun 1995 telah diadakan
kesepakatan bersama antar instansi BUMN dan perbankan untuk menciptakan
suatu kriteria usaha kecil, yaitu suatu badan atau perorangan yang
mempunyai total assets maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan
tanah yang ditempati.
Sumber
:
wordpress.com/2012/04/02/pemberdayaan-ekonomi-rakyat-melalui-program-pemberdayaan-koperasi-usaha-mikro-kecil-dan-usaha-menengah-di-era-globalisasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar